Begitu cepat waktu berlalu, dan kau kini punya pembawaan yang berbeda. Pakaianmu lebih rapi dari biasanya. Sebuah map di tangan berisi CV dan amplop dokumen penting lainnya pun selalu kau siapkan. Siang-malam, dirimu sibuk mencari informasi tentang pekerjaan.
Tak seperti diriku yang masih di sini, kini kau telah terbebas dari segala beban kuliah dan skripsi. Kau telah menjelma menjadi pribadi yang lebih mandiri, selalu bicara soal masa depan. Kuucapkan selamat datang ke fase yang baru dalam hidupmu. Semoga, aku cukup kuat untuk segera menyusulmu.
Kita pernah berjanji untuk wisuda bersama-sama. Menyamakan pendapat tentang keinginan lulus cepat
Ingatkah kau tentang raut wajah ceria kita ketika menyamakan pendapat untuk lulus kuliah bersama? Aku melihat dengan jelas bagaimana kau tersenyum lebar dan dengan semangat memaparkan strategi-strategimu. Banyak informasi tentang bagaimana kita bisa cepat mengerjakan skripsi pun kita buru bersama, bertanya pada senior, dan meminta nasihat mereka pun tak jarang kita lakukan.
Masihkah kau ingat saat betapa sibuknya kita memilih topik skripsi? Betapa semangatnya kita berdiskusi tentang topik yang menurutku menarik, lalu analisis-analisis kasarmu itu memberikanku keyakinan. Tak peduli di mana pun kita bersama, skripsi selalu menjadi topik yang menyenangkan untuk dibahas pada saat itu.
Kau temanku dalam menuntaskan skripsi. Malam demi malam kita lalui, mengkaji teori demi teori. Berbagai tempat kita datangi, ditemani kopi dan berlembar-lembar fotokopi.
Lalu kita ada pada satu tahapan dimana merangkai kata demi kata halaman pembuka dan halaman-halaman berikutnya. Kau selalu mengajakku untuk mengerjakannya bersama-sama. Kita melakukan segala hal sederhana namun, mulai dari berbagi cerita tentang dosen pembimbing, proses bimbingan, sampai berdiskusi kafe mana lagi yang akan kita jadikan markas mengerjakan misi skripsi ini.
Sampai pada suatu hari, entah kau mulai berjalan terlalu cepat atau aku yang melambat. Tapi sahabat yang ku tahu, kita tak lagi bisa berjalan beriringan lagi. Aku mulai tak mengerti ambisimu yang memuncak karena tekanan yang mulai mengerikan berdatangan atau aku yang terlalu santai menghadapinya.
Sahabat, ingatkah kau saat-saat kita melewati malam berdiskusi memaparkan teori-teori yang memusingkan bersama? Tapi ternyata waktu berjalan begitu cepat, kita tak lagi ada di kafe yang sama, di meja yang sama, dan tak lagi bertegur sapa untuk sekadar bertanya kabar atau saling memberi semangat lagi.
Aku merelakanmu untuk lebih dulu mengenakan toga. Meski ada sedikit rasa mencelos, aku senang dan bangga atas gelar yang kini sudah kamu punya
Sayup-sayup kudengar rumor bahwa kau akan segera wisuda. Aku tak begitu terkejut, kau sudah bekerja keras untuk mencapainya. Kau korbankan malammu, tidurmu dan waktu senggangmu untuk menyelesaikan skripsimu. Nafasmu yang tak jarang berat karena deadline yang menghantui hari-harimu, sakit kepalamu yang kau keluhkan terasa semakin menyiksa, dan pegal-pegal tulang belakangmu yang tak jarang kambuh, kini terbayar sudah. Segala tangismu karena terlalu banyak revisi kini tak ada lagi.
Tuntas sudah janjimu kepada orang tua dan dirimu sendiri. Apakah sekarang kau sudah merasa ringan berjalan? Aku harap begitu. Selamat kuucapkan untukmu yang kini terbang bebas mencapai mimpi-mimpi besarmu selanjutnya. Satu inginku doakanlah aku agar segera menyusulmu.
Semangatilah aku jika aku mulai lelah menghadapinya. Aku masih membutuhkanmu, hei kamu si Sarjana.
0 komentar:
Posting Komentar