Aku tidak baik-baik saja. Di matamu, barangkali kau tetap melihatku kuat dan bahagia. Tapi setiap ujung malam, kugelung selimut agar mampu tidur dalam. Lebih dari sekali kamu menerobos masuk tanpa izin dalam impian, membuatku bangun dengan jantung berdebar kencang dan keringat yang mengocor seperti air keran.
Aku pernah jadi masokis yang suka menyiksa diri sendiri dengan mengunjungi tempat-tempat ke mana kita biasa pergi. Kubayangkan kembali betapa nyamannya jika kamu ada di sisi, mendampingi, meski hanya separuh hati. Kubuka kembali pesan-pesan lawasmu hanya demi sedikit rasa hangat di hati. Aku rela membayar apapun, dengan cara apapun, demi mendapatkannya sekali lagi.
Tapi tahukah kamu apa yang paling menyiksa dari semuanya? Kejatuhanku yang sangat dalam padamu membuatku takut tak bisa lagi jatuh cinta. Kamu sudah mengambil semuanya, padamu sudah kuberikan segalanya — tak ada sekerat pun rasa yang tersisa untuk cinta selanjutnya. Aku mati rasa, hatiku tak bisa lagi membuka.
Dalam titik-titik terlemahku sempat terucap permohonan agar diberikan amnesia. Atau matikan saja aku, tak peduli jika Tuhan mengirimku ke neraka. Merindukanmu adalah bentuk terkejam dari hukuman Tuhan — kemampuanku sebagai manusia sungguh tak seberapa untuk menghadapinya tanpa kesakitan.
0 komentar:
Posting Komentar