Anak terlahir dengan bakat intelegensia yang berbeda, kreativitas yang beda, serta latar belakang sosial budaya yang beda juga. Seandainya kita memberikan mereka satu tes, pastikan bahwa tujuan tes itu adalah mengetahui kemampuan mereka sehingga kita tahu mana yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan kita. Bukannya malah menakut-nakuti, mengancam, atau menghukum mereka dengan sanksi sosial ketika mereka gagal:
“Kalian jangan sampai gak lulus UN ya! Mau ditaruh di mana nanti muka sekolah kita?”
Tapi ancaman ini tidak dibarengi dengan tuntunan sekolah untuk mengambil pelajaran dari kegagalan seandainya mereka memang harus gagal. Tidak ada sekolah yang bilang, “Tidak apa kalau gagal, yang penting kalian sudah berusaha belajar. Bukannya toh masih ada ujian ulangan dan kejar Paket-C?”
Takut berbuat salah membuat anak nggak mau berpikir apa yang bisa dia lakukan jika kesalahan terjadi. Anak jadi lebih sulit memutar otak dan membuat Plan-B. Anak tak dibiarkan untuk menyiapkan ide orisinal jika sesuatu berjalan tak sesuai harapan.
Hal yang serupa toh juga terulang dalam kasus ulangan biasa. Jika anak menuliskan jawaban yang salah di kertas ulangan, kita tak lantas membimbing mereka untuk sigap mencari jawaban yang benar. Tanpa disadari, sistem pendidikan yang seperti ini telah mematikan kreativitas anak-anak.
0 komentar:
Posting Komentar