Selasa, 09 Februari 2016

Aku Benci Laki-Laki Seperti Badai, Datang dan Pergi Seenak Hati

waiting_for_a_train-wallpaper-2048x1152
Aku benci kau yang menghilang via http://inspiringwallpapers.net
Ya, kau datang merubah segalanya.
Namun caramu pergi, lebih merubah segalanya.

Aku ucapkan terimakasih karena kau pernah hadir di hidupku.
Layaknya anak kecil yang mempunyai sahabat karib, aku menganggapmu.
Kau baik hati, penyayang, sangat peduli, dan yang terpenting selalu mengerti diriku.
Dan aku? Terpaksa terpesona olehmu.
Bagai ada kacamata filter yang membuatmu seolah-oleh tanpa kekurangan.
Sempurna. Dan aku ingin berada di sisimu.

Ah, dongeng macam apa ini.
Bagai punuk merindukan bulan, namun bulan datang menghampiri.
Kau adalah yang aku inginkan.

Kita lalui hari bersama.
Berjalan-jalan, berfoto ceria, berburu kuliner asik, hingga berbagai tingkah konyol  lainnya.
Namanya manusia, aku merasa nyaman dengan hadirmu.
Mungkin, kau bisa menjadi jawaban dari seribu pertanyaan dalam hidupku.
Berharap kau selalu ada. Tak pernah pergi.

Ah, kamu.
Aku berpikir betapa sempurna tuhan mempertemukan kita.
Rasanya, berbagai hal yang pernah dilalui bersama tak ingin berlalu begitu saja.
Aku candu.
Candu itu bernama kamu.
Entah kau sadar atau tidak, aku ingin kita menjadi lebih dekat.
Ditambah dengan semua kenyamanan ini, aku ingin kita menjalin hubungan yang baik. 
Tak muluk-muluk.

Jalannya waktu memang bagai roda yang berputar cepat, namun kala itu beda.
Aku merasa tergilas olenya, oleh waktu.
Dan kamu, bekerjasama dengan sang waktu untuk tidak memberitahu bayanganmu.

Ya, kau menghilang.

Aku tak paham dengan semua ini.
Terlalu kaget saja. Bagaimana bisa. Mengapa.
Ah, pertanyaan dalam kepalaku sudah ribuan rasanya, oh tidak, jutaan rasanya.
Kuteriakkan namamu dalam keramaian manusia.
Bertanya sana dan sini.
Berusaha menahan peluh untuk sebuah jawaban.

Setelah capai oleh semuanya, aku menepi, duduk dibawah pohon.
Sendiri, emang mau dengan siapa lagi.
Menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Hal itu yang kau ajarkan dulu ketika aku sedang sedih.
Ah, kutepis bayangmu.
Hingga kini, aku masih belum mengerti saja.
Dan teganya kau meninggalkanku ditengah jutaan harapan baik yang sudah kurencanakan.
Menghancurkan segala tiang kebahagiaan dalam sekejap.

Jangan kautanya bagaimana kondisi hatiku.
Parah.
Mengiklaskanmu memang berat.
Namun kau tahu apa yang terberat?
Adalah berusaha membuka hati untuk orang lain.
Aku tak bisa, setidaknya belum bisa. Sulit sekali rasanya.
Ini semua gara-gara kamu, ini semua salahmu. Itu cerita lama.
Sekarang, aku berusaha tidak menyalahkanmu.
Aku menyalahkan diriku sendiri yang terlampau bodoh.
Yang terlalu berharap padamu yang tak pasti. 

Namun kau tahu, apa yang kusyukuri?
Aku belajar mulai mencintai diriku sendiri.

Terima kasih pernah datang, lalu pergi.
Terima kasih pernah ada, lalu tiada.
Terima kasih pernah menghibur, lalu kabur.
Terima kasih pernah meninggikan harap, lalu menjatuhkan.
Terima kasih pernah mendekat, lalu menjauh.
Terima kasih pernah peduli, lalu acuh.
Selamat tinggal, kamu.
Terima kasih telah meninggalkan luka, dari situ aku belajar untuk mengobati hatiku sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar