“Ya udah lah. Aku pasrah aja.”
Pasrah, belakangan sedikit berubah maknanya. Kata yang harusnya dimaknai sebagai berserah pada Yang Paling Maha tidak lagi sesederhana yang dikira. Beberapa orang menganggap pasrah adalah bentuk tindakan pecundang yang membuatmu mudah menyerah. Pasrah, jadi tameng bagi mereka yang malas berjuang sampai berdarah-darah.
Sebenarnya ada perbedaan mendasar antara mereka yang benar-benar percaya lalu memutuskan menyerahkan segalanya pada Dia, dan mereka yang sekadar malas berusaha. Di sini Hipwee akan mengungkapkan beberapa bedanya.
1. Pasrah tidak pernah memberimu pembenaran. Keputusan ini malah menyediakan kekuatan
“Kenapa harus takut? Toh Tuhan pasti kasih jalan.”
Kalimat yang powerful ini memang menenangkan. Membuat hati jadi lapang karena sepertinya kita-kita ini selalu punya kekuatan. Tapi perbedaan terlihat jelas pada mereka yang benar-benar menyerahkan segalanya padaNya dan mereka yang hanya sekadar malas berusaha.
Bagi mereka yang percaya pada kekuatan semesta kepasrahan tidak pernah jadi pembenaran. Mereka tidak akan berhenti berlari, mati-matian berjuang demi mendapatkan hal yang diinginkan. Malah sepertinya ada tambahan kekuatan karena meyakini bahwa semesta tak akan menyia-nyiakan perjuangan.
2. Dia yang malas berusaha merasa semuanya jalan di tempat. Sementara kepasrahan, sesulit apapun, akan membuatmu mampu berjingkat
Sebut saja kamu mahasiswa tua yang hampir jadi veteran di kampus sendiri. Otakmu bilang kamu sudah benar-benar pasrah kali ini. Ancaman DO atau wisuda sebagai angkatan terakhir akan kamu terima seikhlas hati. Tapi benarkah kamu benar-benar pasrah, atau hanya sekadar menyerah?
Kepasrahan memberimu sedikit ruang lapang untuk berjingkat. Walau tenggat waktu makin dekat, meski teman-teman seperjuangan sudah lebih dulu mendapatkan pekerjaan — keputusan untuk pasrah justru membukakan pintu-pintu kesempatan lain yang tak pernah terpikir sebelumnya.
Bertemu dosen muda yang menawarkan bantuan untuk jadi pembimbing informal, sampai diajak bergabung dalam grup WhatsApp berisi teman seperjuangan menumbuhkan lagi semangat berjuang mati-matian. Jika hanya ‘pasrah’ karena malas, jalan sepertinya sudah tertutup semua.
3. Tuhan tidak pernah main-main dengan janjiNya. Dia akan ada untuk mereka yang memang percaya
“Ya udah deh Tuhan. Aku pasrah. Mau pekerjaan apapun, asal itu yang terbaik menurutMu.”
Dia itu peka. Tanpa perlu banyak bertanya Dia selalu tahu apa yang ada dalam hati kita. Saat kita benar-benar meletakkan seluruh urusan padaNya, memasrahkan seluruh keputusan berdasarkan penilaianNya maka Dia pun akan selalu ada.
Bukankah jika kita sudah percaya Dia akan selalu ada tanpa perlu diminta?
4. Kepasrahan tak pernah membuatmu ingin berhenti. Tindakan yang satu ini justru memberi kelapangan hati
Konon, pasrah selalu sepaket dengan kesabaran. Dan bukankah jika ada batasnya bukan sabar namanya? Hukum kausalitas ini sangat kuat terasa saat pasrah memang bukan jadi tameng untuk rasa malas berusaha.
Kepasrahan yang sebenarnya tak akan membuatmu ingin berhenti. Justru keputusan untuk pasrah dengan jujur padaNya menyediakan kelapangan hati. Menyerahkan seluruh urusan pada Yang Maha menjadikan kita punya cadangan kekuatan berlipat-lipat kali. Berhenti tak sedikit pun jadi pilihan kali ini.
5. Memutuskan pasrah seharusnya tidak melibatkan keputusan menyerah. Ini cuma tentang percaya bahwa Dia akan membuat semua lebih indah
Jika ada rasa ingin menyerah dalam kepasrahan itu– karena merasa Dia punya keputusan yang lebih baik untukmu — maka sebaiknya pikir ulang apakah memang pasrah benar-benar ada dalam hatimu.
Kepasrahan yang baik tidak pernah melibatkan rasa ingin berbalik arah atau menyerah. Dia yang memang pasrah tetap akan berusaha sekuat tenaga demi mewujudkan hal yang diinginkannya. Hanya saja kali ini kegigihan berusaha itu dibungkus rasa percaya.
Toh semua yang sedang dijalani ini titipanNya. Kalau memang Dia mengangguk bangga atas usaha-usaha kita, segalanya akan dijadikan lebih sempurna.
6. Dia yang mengaku pasrah tapi cuma malas berusaha mudah berpaling seenaknya. Sementara kepasrahan menyediakan kekuatan untuk setia.
Pasrah itu sebenarnya seperti cinta. Dia memberimu cadangan rasa setia. Meski berminggu-minggu tidak bertemu, walau komunikasi terbatas dan tak bisa bertukar kabar sepanjang waktu — setia membuatmu tidak akan meninggalkannya semudah itu.
Sementara mereka yang mengaku pasrah tapi hanya malas berusaha akan lebih mudah menemukan alasan untuk menyerah di tengah jalan. Karena kepasrahan tak pernah sepaket dengan sifat pecundang. Keputusan ini memunculkan rasa mau berjuang.
7. Pada akhirnya, pasrah adalah tentang meminjam kekuatanNya untuk sesuatu yang di luar batas kita. Bukan diam tanpa melakukan apa-apa
Omong kosong jika ada orang yang mengaku dia pasrah lalu memutuskan tidak melakukan apa-apa. Sebab pasrah sebenarnya bukan pembenaran untuk kemalasan. Pasrah adalah tentang meminjam kekuatanNya, menyerahkan beban di bahunya,untuk sesuatu yang di luar kemampuan kita.
Kepasrahan tidak pernah menjadikan kita seperti kentang di atas sofa yang malas berusaha. Keputusan ini seharusnya membuat kita mau pasang bada lebih keras dari sebelumnya.
Jika sampai hari ini kepasrahan malah menyurutkan semangat berjuang di dirimu, coba tanyakan lagi:
“Benarkah ini pasrah? Atau aku hanya sedang malas dan ingin menyerah?”
0 komentar:
Posting Komentar