Gagal itu menyakitkan. Ada rasa percaya diri yang tercederai saat kita tak mampu meraih apa yang diri inginkan. Ada rasa bangga yang terpaksa terhenti ketika prestasi selama ini tak bisa dipertahankan. Melihat dirimu gagal, tak ada teman yang akan menyuruhmu tetap bersikap riang. Semua orang yang peduli padamu akan mengulurkan tangan, berusaha melipur kecewa. Gagal memang bisa membuat orang berhenti bahagia.
Tapi, bukankah ketakutan kita pada kegagalan bisa sedikit berlebihan? Banyak anak muda yang akhirnya “mensabotase” dirinya, tak berusaha melakukan apa-apa daripada gagal pada akhirnya. Tak berani melamar kerja di tempat impian karena takut tak lolos seleksi, terus menunda pengerjaan skripsi karena takut dosen pembimbing menganggap drafmu jelek lalu memarahi, jatuh cinta kemudian tidak berani melakukan apa-apa.
Semuanya demi melindungi diri dari sakit hati.
Padahal kegagalan bukan sesuatu yang bisa dihindari. Dan kedatangannya pun tak usah ditakuti: bisa jadi, ia justru hal terbaik yang terjadi padamu di umur yang semuda ini.
Di usia muda, yang terbaik untuk dilakukan adalah mencoba sebanyak-banyaknya. Terus berproses tanpa perlu terlalu memaksa hasilnya.
Di usia yang masih semuda ini, banyak hal menyenangkan yang bisa kamu coba dan pelajari. Waktumu masih termasuk melimpah dan tenagamu masih utuh sempurna — inilah periode yang tepat untuk mencoba sebanyak-banyaknya berbagai kegiatan menarik yang ada.
Tujuan utama dari mencoba segala kegiatan ini bukanlah untuk memenangkan piagam atau medali. Bukan untuk berpose di media sosial dengan harapan mendapat pujian. Yang paling penting adalah kegiatan-kegiatan itu bisa membantu kita mengetahui: apa yang bisa kita lakukan dengan segala potensi kita? Apa yang bisa membuat kita bahagia bahkan jika kegiatan itu sesekali melimpahkan tantangan yang luar biasa?
Kita masih punya banyak waktu untuk mencetak keberhasilan. Tak mengapa jika keberhasilan itu belum kita dapatkan sekarang. Memang, media sering menyodorkan kita “inspirasi” dalam bentuk mereka yang sudah sukses di usia muda. Namun sebenarnya, hanya karena mereka sudah berhasil menggapai cita-cita di usia yang bahkan mungkin lebih muda dari kita, bukan berarti kita harus mengutuk diri yang sampai sekarang belum bisa sesukses mereka.
Dengan gagal di masa sekarang, kita dipaksa paham. Bahwa cita-cita memang tak pernah murah dan sukses mesti diraih dengan darah
Vonis gagal adalah tamparan yang menyadarkan. Ternyata keberhasilan tak bisa diraih hanya dengan duduk-duduk saja dan bermain-bercanda. Ada keringat dan darah yang harus diteteskan demi terwujudnya impian. Bahkan orang yang sudah mencurahkan seluruh tenaga demi meraih cita-citanya saja bisa terbentur vonis gagal juga.
Inilah kenapa kita sebenarnya butuh sesekali gagal. Saat muda, riskan bagi kita untuk terlalu percaya diri dan merasa bisa melakukan apa saja. Kita harus gagal habis-habisan sebelum sadar bahwa tak semudah itu caranya untuk merengkuh dunia. Di balik jutaan potensi yang kita punya, kesuksesan tak akan pernah jadi nyata tanpa keringat dan kerja keras yang tak henti-hentinya.
Saat sudah semakin dewasa, kita akan lebih menyesal karena tak melakukan sesuatu yang sebenarnya kita inginkan, daripada mencoba kemudian gagal
Kemungkinan untuk gagal tak seharusnya membuat anak muda seusia kita jadi takut mencoba. Justru dengan kegagalan, takdir sebenarnya sedang mencoba membuat kita tertantang dan penasaran — demi masa depan yang sebaik-baiknya.
Kamu masih sangat muda. Masih punya banyak waktu, tenaga, dan dukungan dari orang-orang yang dicinta. Ini semua seharusnya tak menjadikan kita takut mencoba. Toh 10-20 tahun dari sekarang, kita akan lebih menyesal karena tak sempat melakukan sesuatu yang sebenarnya kita inginkan hanya karena takut gagal — daripada karena mencoba sekeras-kerasnya lalu diganjar ketakberhasilan yang sementara.
0 komentar:
Posting Komentar