Cerita (yang mungkin fiksi) berikut ini beredar di dunia maya sejak lama. Konon, asalnya dari netizen di negeri China, karena cerita ini awalnya menyebar dalam bahasa mandarin. Namun, tidak pernah ada yang tahu siapa pengarang aslinya, atau apakah cerita ini benar-benar nyata.
Suatu hari, seorang pria yang sangat kaya menyuruh anaknya untuk pergi ke pedesaan terpencil. Desa tersebut penduduknya hidup miskin.
“Pergilah kau nak, tinggalah di pedesaan di kaki gunung itu selama satu bulan. Hiduplah bersama mereka, makan dan minumlah bersama mereka, rasakan apa yang mereka rasakan.” kata sang ayah bijak.
“Baiklah ayah, aku akan pergi ke desa itu dan tidak akan pulang ke rumah selama satu bulan,” jawab sang anak.
“Bagus. Pergilah, doa ayah menyertaimu,” kata sang ayah.
Satu bulan pun dilalui oleh anak itu. Seperti pesan ayahnya, ia hidup bersama penduduk desa tersebut dengan senang hati.
Ketika sebulan berlalu, akhirnya sang anak kembali pulang dan menghadap ayahnya.
“Jadi, bagaimana kehidupanmu di sana?” tanya sang ayah.
“Menyenangkan sekali ayah!” Jawab sang anak.
“Jadi, apa yang bisa kamu pelajari dari pengalaman hidup dengan orang yang tidak seberuntung kita? Bisakah kau bandingkan? Ceritakan pada ayah!” kata sang ayah bersemangat.
Sang anak pun bercerita panjang lebar:
“Kita dan mereka memang sangat berbeda sekali! Misalnya, selama ini keluarga kita punya satu anjing, sementara tiap keluarga di desa itu punya empat! Dan semua anjing mereka pandai berburu! Kita punya kolam renang mewah dan luas di belakang rumah kita, mereka punya sungai jernih di belakang rumah mereka yang memanjang tanpa batas dan banyak ikannya! Kita punya lampu-lampu indah di rumah kita, namun mereka punya bintang-bintang di langit!
“Kita punya sebidang tanah untuk hidup, sementara mereka punya padang rumput luas tak terhingga. Kita punya pembantu yang melayani, tapi mereka melayani satu sama lain. Kita membeli makanan kita, mereka menanam sendiri makanan mereka. Kita punya tembok untuk melindungi barang kepunyaan kita, mereka punya teman untuk saling melindungi satu sama lain.”
Sang ayah pun terdiam, takjub, tak sanggup berkata-kata.
Sang anak pun menutup ceritanya dengan mantap:
Ayah… terima kasih telah menunjukkan pada saya, betapa miskinnya kita selama ini…
0 komentar:
Posting Komentar