Kamis, 09 April 2015

Tips Menyikapi Pantangan Di Gunung


Dari beberapa gunung yang pernah saya daki, hampir semuanya memiliki pantangan yang berbeda. Pantangan-pantangan ini biasanya menyebar luas dari mulut kemulut, atau ada juga di beberapa basecamp pendakian mencantumkan beberapa pantangan di papan berukuran besar agar dapat terbaca secara jelas oleh para pendaki.
Masing-masing gunung memang memiliki legenda dan mitosnya masing-masing.
Seperti contohnya di Gunung Lawu terdapat larangan mengenakan kain sutera berwarna hijau jika ingin mendaki, juga larangan bagi wanita yang sedang haid agar tidak melakukan pendakian.
Larangan ini nyatanya cukup ampuh meruntuhkan niat seorang kawan yang hendak mendaki.
Kebetulan setibanya di basecamp pendakian Lawu via Cemoro Sewu, salah satu kawan saya kedatangan tamu bulanan, begitu tahu akan larangan tersebut ia pun membatalkan niatnya untuk mendaki.
Di Gunung Sumbing, pendaki tidak boleh buang air besar ataupun buang air kecil di kawasan Watu Kotak. Pun di gunung Ungaran yang mitosnya tidak boleh menyombongkan diri karena bisa-bisa dislamurkan jalannya, dan masih banyak lagi pantangan di setiap gunung.
Lalu, apakah penting bagi kita untuk mengikuti dan mentaati pantangan-pantangan tersebut. Banyak orang yang tak percaya, namun ada juga yang percaya betul pada apa yang menjadi mitos di sebuah gunung.
Tentu saja bukan tanpa alasan pantangan ini dibuat oleh masyarakat –dan mungkin juru kunci gunung juga-. Akan lebih baik dan bijak jika kita perhatikan setiap pantangan yang ada.

1. Baca dan Pahami Maknanya

Jika di basecamp pendakian sudah tertera tulisan mengenai pantangan yang ada, saya selalu menyempatkan untuk membacanya. Saya pun mencoba untuk memahami setiap pantangan yang ada. Saya tak segan bertanya pada teman pendakian jika masih tidak paham atau ragu, jangan takut dianggap kolot dan sebagainya karena ini demi keselamatan, baik diri sendiri atau kelompok.
Meski tidak percaya pada hal-hal seperti ini, jangan pernah mengutarakan secara terang-terangan, apalagi dengan menghina pantangan di gunung tersebut.

2. Ingat dan lakukan

Saya tidak melupakan begitu saja apa yang sudah dibaca, sebisa mungkin saya mengingatnya. Saya memang bukan tipe orang yang percaya 100% akan mitos, tapi saya berusaha melakukan apa yang menjadi wejangan selama mendaki untuk menghindari sesuatu yang negatif. Misalnya ketika ada pantangan yang menyatakan bahwa saya tidak boleh buang air di tempat tertentu, maka saya akan memilih untuk buang air di tempat lain dengan mengucap salam terlebih dahulu.

3. Perbanyak diri dengan pikiran positif dan kata-kata yang baik

Selama mendaki, saya mengusahakan untuk selalu mengisi pikiran dengan hal-hal yang positif. Jauhkan lisan  dari kata-kata kotor dan tidak sopan.
Gunung memang sarat akan hal mistik, untuk itu kita tidak tahu apakah kata-kata kotor yang kita lontarkan akan berefek negatif atau tidak. Untuk itu saya lebih memilih untuk mengucapkan kata-kata yang baik saja saat mendaki.

4. Menjaga sopan santun dan tingkah laku

Jangankan di gunung, di tempat asing pun kita harus melakukannya. Menjaga sopan santun dan tingkah laku adalah wujud rasa segan kita pada tempat atau orang yang kita datangi. Dengan menjaga sikap, paling tidak kita bisa membatasi diri dari perbuatan yang dilarang.

5. Dekatkan diri pada Tuhan

Gunung memang tempat yang asyik untuk menghabiskan waktu liburan, tapi gunung juga terkenal sebagai tempat yang memiliki banyak sekali kemistisan. Saya pun mencoba untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tidak lupa berdoa sebelum maupun saat mendaki.
***
Pelajaran penting yang saya ambil dari semua pantangan yang ada adalah toleransi dan saling menghormati. Saya percaya bahwa pantangan ini dibuat agar para pendaki tidak berperilaku buruk selama mendaki, juga menjauhkan kita dari pribadi yang tidak baik. Menjaga lisan, tingkah laku, serta menghormati adat kehidupan setempat. Bukankah itu semua bertujuan baik untuk pribadi kita masing-masing?
Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Dimana gunung didaki, disitu aturan dijunjung tinggi

0 komentar:

Posting Komentar