Kamis, 30 April 2015

Aura cantik yang teduh dan sejuk bisa terpancar dengan mengenakan jilbab warna lazuardi seperti ini

Tampil cantik itu tak melulu harus memakai baju seksi. Kamu juga bisa menggunakan jilbab yang menutup dada seperti ini.
Caranya mudah kok, pertama-tama kamu siapkan jilbab segi empat dan lipat menjadi segitiga.  Kamu kenakan di kepala tepat di bagian tengah dan sama panjang dan pasangi peniti agar tidak mudah lepas. Lalu ambil ujung jilbab sebelah kiri, tarik, dan sematkan di telinga kanan. Jangan lupa pasangi peniti juga ya. Setelah itu, ambil sisi kanan, gunakan untuk menutupi dada, dan pasangkan peniti di pundak sebelah kiri. Nah, mudah ‘kan?
Dengan penampilan seperti ini, gak jarang kamu akan terlihat lebih sejuk dan teduh. Aura kecantikanmu pun jadi berlipat-lipat, saat kebaikan hati juga kamu miliki.

Menggunakan jilbab yang menutup dada itu gak kayak ibu-ibu pengajian kok. Gak percaya? Ini buktinya.

Saat ini banyak sekali variasi jilbab yang bisa membuat penampilanmu makin cantik, gak terkecuali jilbab pashmina dengan dua warna yang berbeda. Nah, agar jilbab ini bisa bikin penampilanmu makin api, gunakanlah dengan trik ini
Caranya, gunakan pashmina di kepala dengan panjang sisi yang sama. Lalu pasangkan peniti di belakang leher. Tarik kain sebelah kanan hingga menutupi dada dan jepit dengan peniti di telinga sebelah kiri.
Lalu baliklah sisi kain sebelah kiri agar warna dalam bisa terlihat, tarik ke belakang, pasang di kepala, dan sematkan peniti di pundak sebelah kanan. Agar lebih rapi, kamu bisa pasang peniti tambahan di telinga sebelah kiri agar jilbabmu tidak terlalu terbuka.
Nah, terlihat cantik dan anggun ‘kan? Berjilbab besar dengan menjuntai menutup dada tak bikin kamu kayak ibu-ibu pengajian kok.

Minimnya waktu untuk berdandan bukan alasan untuk tidak tampil syar’i. Model jilbab yang satu ini bisa terpasang dalam 5 menit


Buru-buru ke kampus atau tempat kerja bukan menjadi alasan tidak tampil rapi dan modis. Minimnya waktu juga bukan menjadi halangan untuk tidak menutup dada dengan jilbab. Karena sebenarnya, cara menggunakannya justru lebih mudah kok.
Pertama, siapkanlah pashmina yang lebar. Lalu kenakan dengan posisi sisi kiri lebih panjang, kira-kira 3/4 bagian dan pasangkan jarum di bagian dagu. Setelah itu, kamu tarik sisi kiri pashmina,putar dan sematkan di belakang. Jangan lupa pasangkan peniti agar tak mudah lepas ya. Nah, agar terlihat lebih indah, gunakan bros bunga di bagian pundak. Mudah ‘kan?
Tak butuh waktu banyak kok untuk tampil lebih syar’i. Sekarang kamu bisa kenakan model ini untuk aktivitas sehari-hari.

Walaupun kadang komentar ayah atau ibu terdengar mengganggu, saat jauh kamu baru menyadari bahwa mereka adalah gangguan terindah yang pernah kamu terima



Saat berada di rumah, kamu memang kadang jengah dengan wejangan maupun omelan yang datang dari ibu maupun ayah. Kamu merasa jemu ketika ibu memintamu membantu pekerjaan rumah. Kamu pun merasa malas luar biasa jika harus mengantarkan ayah atau sekedar menjerang air demi menyeduh kopi untuk beliau. Pun kamu merasa terganggu dan ingin menyumbat telinga ketika ayah dan ibu mulai menasehati.
Namun, ketika berjarak dari rumah, kamu baru menyadari bahwa kebiasaan kecil yang biasa ayah dan ibu lakukan sangat bermakna. Saat tengah sendirian di tanah rantau kamu merasa bahwa kehadiran merekalah yang membuatmu merasa benar-benar bernyawa. Gangguan yang mereka ciptakan adalah gangguan terindah yang pernah kamu terima selama kamu hidup di dunia. Komentar dan nasihat yang tak pernah alpa mereka dengungkan semata-mata hanya karena mereka sungguh peduli kepadamu.
Jika sekarang kamu sedang berada di rumah, syukuri dan nikmati segalanya, selagi kamu masih diberi waktu untuk berkumpul dengan orang-orang terkasih.



Kamis, 23 April 2015

Inilah Pacu Jalur, Lomba Perahu Terpanjang di Indonesia

            Pacu Jalur tradisional merupakan salah satu tradisi budaya nusantara yang sangat unik. Festival ini bahkan disebut sebagai event budaya yang memiliki penonton paling ramai di Indonesia.
           Festival Pacu Jalur tradisional merupakan tradisi asli nenek moyang masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau yang sangat mengakar dan telah bertahan selama ratusan tahun.
           Festival Pacu Jalur merupakan perlombaan dengan menggunakan perahu atau sampan yang terbuat dari kayu yang oleh masyarakat Kuantan Singingi disebut Jalur. Jalur yang digunakan biasanya memiliki panjang 30-35 meter dengan lebar 1,5 meter. Dengan ukuran ini, tak salah bila jalur merupakan salah satu perlombaan perahu terpanjang di Indonesia. Jalur biasanya bisa memuat 40-60 orang pengayuh atau biasa disebut ‘’anak pacu

Menurut sejarah, pada awal abad ke-17, jalur digunakan sebagai alat transportasi utama warga desa di daerah ini, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.
Saat itu transportasi darat belum berkembang. Sehingga, jalur menjadi alat angkut penting masyarakat. Terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40 orang.
Ketika Belanda mulai masuk ke Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan pacu jalur untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus.
Sejak itu, pacu jalur tidak lagi dirayakan pada hari raya umat Islam. Penduduk Teluk Kuantan malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun baru.
Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur sebagai Pacu Tambaru.
Tradisi Pacu Jalur ini sendiri telah mampu menggairahkan sektor pariwisata di Kuantan Singingi khususnya dan Riau umumnya. Apalagi event ini telah masuk dalam kalender Pariwisata Nasional.

 Tiap Pacu Jalur digelar, hotel-hotel di Kota Teluk Kuantan akan penuh. Ini dikarenakan banyak sekali orang dari luar kota yang datang. Para turis asing pun selalu bisa dijumpai setiap event ini digelar.
Berbagai perayaan digelar di jantung kota yang dibelah oleh aliran Sungai Indragiri ini. Berbagai panggung hiburan didirikan, festival budaya digelar, kesenian tradisional ditampilkan, pameran dan pertunjukan dipertontonkan, ditambah lagi pawai budaya yang melibatkan banyak sekali masyarakat di sana. Pokoknya, kota ini benar-benar semarak tiap kali event tahunan ini dilangsungkan.
Sudah menjadi kebiasaan pula, setiap Pacu Jalur digelar, orang Kuansing yang berada di perantauan akan pulang ke kampung halamannya hanya untuk menyaksikan tradisi ini. Sehingga tak heran, Kota Teluk Kuantan yang memiliki luas sekira 291,74 kilometer persegi ini akan menjadi lautan manusia selama festival ini berlangsung.
Pacu Jalur biasanya dibuka dengan kegiatan pawai budaya yang melibatkan seluruh kecamatan di daerah ini. Masing-masing kecamatan akan mengusung berbagai keunikan yang terdapat di daerahnya masing-masing. Mulai dari kesenian, kekayaan kuliner, tradisi-tradisi budaya dan lain sebagainya.

Tidak kurang dari seratusaan jalur berpartisipasi saban tahun. Mayoritas berasal dari desa-desa yang ada di Kabupaten Kuansing. Ditambah jalur-jalur yang berasal dari daerah tetangga seperti Indragiri Hulu dan Kota Pekanbaru. Dibeberapa kesempatan, jalur-jalur dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand juga pernah ambil bagian pada iven ini.
Pacu Jalur digelar dengan mengadu jalur satu lawan satu. Dari titik start menuju pancang finish jaraknya sekitar 1 kilometer. Di sini keseruannya. Setiap jalur berlomba sekuat tenaga untuk lebih dulu sampai di titik finish. Sekuat tenaga pula mereka mengayuh jalurnya. Sorak-sorai penonton di bibir sungai menambah keseruan lomba.

Komposisi Jalur
Pendayung atau anak pacu dalam Pacu Jalur biasanya hanya dilakukan oleh para lelaki yang berusia 15-40 tahun. Selain anak pacu, di dalam jalur biasanya ada yang disebut dengan Tukang Tari, Tukang Onjai dan Tukang Timbo Ruang. Masing-masing memiliki tugas yang berbeda-beda.
Tukang Tari misalnya, tugasnya adalah untuk menari-nari dibagian terdepan jalur. Tujuannya, untuk memberitahu para penonton agar tahu jalur mana yang sedang unggul dalam perlombaan. Tukang Tari yang biasanya anak-anak umur 15an tahun ini akan berdiri dari posisinya dan kemudian menari-nari bila jalurnya berhasil mendahului sang lawan.
Tukang Onjai biasanya berdiri dibagian belakang jalur. Biasanya berfungsi sebagai pemberi irama bagi jalur, sehingga jalur akan lebih cepat dan mudah didayung.
 Sementara, Tukang Timbo Ruang bertugas sebagai pemberi aba-aba kepada seluruh anak pacu agar mendayung secara serentak. Biasanya dengan meniup pluit dan mengibaskan Upia atau pelepah pinang. Selain itu, Tukang Timbo Ruang juga bertugas menimba air yang masuk ke dalam jalur agar tidak karam.(rio)




Kamis, 09 April 2015

Tips Menyikapi Pantangan Di Gunung


Dari beberapa gunung yang pernah saya daki, hampir semuanya memiliki pantangan yang berbeda. Pantangan-pantangan ini biasanya menyebar luas dari mulut kemulut, atau ada juga di beberapa basecamp pendakian mencantumkan beberapa pantangan di papan berukuran besar agar dapat terbaca secara jelas oleh para pendaki.
Masing-masing gunung memang memiliki legenda dan mitosnya masing-masing.
Seperti contohnya di Gunung Lawu terdapat larangan mengenakan kain sutera berwarna hijau jika ingin mendaki, juga larangan bagi wanita yang sedang haid agar tidak melakukan pendakian.
Larangan ini nyatanya cukup ampuh meruntuhkan niat seorang kawan yang hendak mendaki.
Kebetulan setibanya di basecamp pendakian Lawu via Cemoro Sewu, salah satu kawan saya kedatangan tamu bulanan, begitu tahu akan larangan tersebut ia pun membatalkan niatnya untuk mendaki.
Di Gunung Sumbing, pendaki tidak boleh buang air besar ataupun buang air kecil di kawasan Watu Kotak. Pun di gunung Ungaran yang mitosnya tidak boleh menyombongkan diri karena bisa-bisa dislamurkan jalannya, dan masih banyak lagi pantangan di setiap gunung.
Lalu, apakah penting bagi kita untuk mengikuti dan mentaati pantangan-pantangan tersebut. Banyak orang yang tak percaya, namun ada juga yang percaya betul pada apa yang menjadi mitos di sebuah gunung.
Tentu saja bukan tanpa alasan pantangan ini dibuat oleh masyarakat –dan mungkin juru kunci gunung juga-. Akan lebih baik dan bijak jika kita perhatikan setiap pantangan yang ada.

1. Baca dan Pahami Maknanya

Jika di basecamp pendakian sudah tertera tulisan mengenai pantangan yang ada, saya selalu menyempatkan untuk membacanya. Saya pun mencoba untuk memahami setiap pantangan yang ada. Saya tak segan bertanya pada teman pendakian jika masih tidak paham atau ragu, jangan takut dianggap kolot dan sebagainya karena ini demi keselamatan, baik diri sendiri atau kelompok.
Meski tidak percaya pada hal-hal seperti ini, jangan pernah mengutarakan secara terang-terangan, apalagi dengan menghina pantangan di gunung tersebut.

2. Ingat dan lakukan

Saya tidak melupakan begitu saja apa yang sudah dibaca, sebisa mungkin saya mengingatnya. Saya memang bukan tipe orang yang percaya 100% akan mitos, tapi saya berusaha melakukan apa yang menjadi wejangan selama mendaki untuk menghindari sesuatu yang negatif. Misalnya ketika ada pantangan yang menyatakan bahwa saya tidak boleh buang air di tempat tertentu, maka saya akan memilih untuk buang air di tempat lain dengan mengucap salam terlebih dahulu.

3. Perbanyak diri dengan pikiran positif dan kata-kata yang baik

Selama mendaki, saya mengusahakan untuk selalu mengisi pikiran dengan hal-hal yang positif. Jauhkan lisan  dari kata-kata kotor dan tidak sopan.
Gunung memang sarat akan hal mistik, untuk itu kita tidak tahu apakah kata-kata kotor yang kita lontarkan akan berefek negatif atau tidak. Untuk itu saya lebih memilih untuk mengucapkan kata-kata yang baik saja saat mendaki.

4. Menjaga sopan santun dan tingkah laku

Jangankan di gunung, di tempat asing pun kita harus melakukannya. Menjaga sopan santun dan tingkah laku adalah wujud rasa segan kita pada tempat atau orang yang kita datangi. Dengan menjaga sikap, paling tidak kita bisa membatasi diri dari perbuatan yang dilarang.

5. Dekatkan diri pada Tuhan

Gunung memang tempat yang asyik untuk menghabiskan waktu liburan, tapi gunung juga terkenal sebagai tempat yang memiliki banyak sekali kemistisan. Saya pun mencoba untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tidak lupa berdoa sebelum maupun saat mendaki.
***
Pelajaran penting yang saya ambil dari semua pantangan yang ada adalah toleransi dan saling menghormati. Saya percaya bahwa pantangan ini dibuat agar para pendaki tidak berperilaku buruk selama mendaki, juga menjauhkan kita dari pribadi yang tidak baik. Menjaga lisan, tingkah laku, serta menghormati adat kehidupan setempat. Bukankah itu semua bertujuan baik untuk pribadi kita masing-masing?
Dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Dimana gunung didaki, disitu aturan dijunjung tinggi